Daerah

Kontribusi PHR Dipertanyakan, "Beda Saat Dikelola Chevron"

Rabu, 30 Juli 2025 | 17:12:48 WIB
Heri Apriadi, Lurah Bumi Ayu

Kota Dumai, (Riau)–RPC

Di tengah eksistensinya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola sumber daya energi Nasional, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) justru menuai kritik dari warga Kelurahan Bumi Ayu, Kecamatan Dumai Selatan, Kota Dumai. Pasalnya, program tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) dinilai masih jauh dari harapan.

Kritik tersebut dilontarkan oleh Lurah Bumi Ayu, Heri Apriadi, yang menilai PHR kurang menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat sekitar sejak peralihan pengelolaan dari Chevron ke PHR. Ia menyoroti minimnya kontribusi perusahaan, baik dalam bentuk lapangan kerja maupun dukungan terhadap kegiatan sosial masyarakat.

Kanal pembatas antara lahan dikelola PHR dengan pemukiman warga, semakin tidak terawat

“PHR itu berdomisili di Kelurahan Bumi Ayu, tapi sampai sekarang, peran sosialnya sangat minim, kami hanya minta perhatian terutama untuk anak-anak muda agar bisa terbuka lapangan kerja. CSR harusnya tepat sasaran dan menyentuh kebutuhan riil warga,” ujar Heri kepada awak media, Senin (28/07).

Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa keluhan masyarakat bukan sekadar retorika. Ketua RT 13, Basri, mengungkapkan bahwa infrastruktur dasar seperti kanal yang melewati wilayah operasional PHR tidak terpelihara, bahkan penuh sampah dan kerap tersumbat.

Sampah dan rumput liar mendominasi kanal potensi menyumbat aliran air, rawan terjadi banjir 

“Kanal yang melintasi area PHR sekarang penuh sampah, tidak ada inisiatif dari perusahaan untuk mengajak warga membersihkan atau sekadar memberikan dukungan, seolah-olah mereka hanya datang untuk mengeksploitasi, tapi menutup mata terhadap dampak sosialnya,” tegas Basri.

Ketika tim media ini mencoba menghubungi pihak Humas PHR untuk meminta klarifikasi dan konfirmasi atas keluhan warga tersebut, tidak ada tanggapan yang diberikan hingga berita ini diterbitkan.

Sebagai perusahaan Negara yang seharusnya menjadi contoh dalam tata kelola sosial dan lingkungan, sikap diam PHR menuai tanda tanya besar. Apakah perusahaan ini benar-benar memahami peran CSR sebagai bagian dari kewajiban moral dan legal, ataukah hanya memandangnya sebagai beban biaya?

Pengabaian tanggung jawab sosial bisa menjadi bom waktu di tengah meningkatnya ekspektasi masyarakat terhadap keterlibatan korporasi dalam pembangunan berkelanjutan. Saat masyarakat menanti aksi nyata, diamnya PHR menjadi catatan kelam di tengah sorotan publik.***(Tim)

Terkini