Kota Dumai, (Riau)-RPC
Sebuah kelompok dibuat oleh masyarakat sekitaran Kelurahan Purnama, Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai mulai dikenal khalayak ramai. Kelompok masyarakat menamakan diri MASTALI MADU, akronim Masyarakat Tangguh Peduli Manggrove Kota Dumai.
Mastali Madu digagas sebagai ujud kepedulian terhadap persoalan lingkungan di pesisir Kota Dumai. Terutama lingkungan dimana mereka berdomisili dan beraktivitas dalam menjalani hidup keseharian.

Produk teh herbal manggrove oleh kelompok Mastali Madu.
Diketahui bahwa pesisir pantai Kota Dumai terbentang dari Timur menuju Barat dan sebaliknya dipenuhi kawasan kepelabuhanan serta kawasan industri. Berdiri gagah dan kokoh menghadap Utara dihiasi gugusan beberapa Pulau satu antaranya Rupat.
Berjejer Badan Usaha Pelabuhan (BUP), Tersus (Terminal Khusus) atau Terminal Khusus Kepentingan Sendiri (TUKS) dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain BUMN ada pula dimiliki Korporasi dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing (PMA).

Produk olahan kopi analog Manggrove oleh Mastali Madu.
Tentu saja keberadaan BUP, Tersus, TUKS beserta kawasan industrinya menimbulkan dampak positif dan negatif. Positifnya tercipta lapangan pekerjaan yang berimbas pada sektor perekonomian warga. Selain positif dampak negatifnya dan sangat riskan sekali adalah terhadap lingkungan. Suka atau tidak lingkungan sekitar khususnya kawasan pesisir sekitar areal industri pastinya terdampak negatif pula.
Hal itu telah dirasakan masyarakat berdomisili pesisir pantai terutama mereka-mereka bermata pencaharian sebagai Nelayan. Hasil tangkapan semakin sulit dan berkurang, belum lagi hasil laut didapat kualitasnya tidak bagus. Karena diyakini ikan-ikan tersebut tercemar sehingga saat dikonsumsi menimbulkan aroma tidak nyaman.

Produk olahan Makaroni Ikan.
Sehingga sulit untuk dijual dan hal itu menjadikan dilematis kepada Nelayan Jika ingin terus melaut resiko kerugian pasti terjadi. Karena tidak seimbangnya antara hasil tangkapan dengan biaya operasional yang telah dikeluarkan.
Beralih profesi tidaklah seperti membalik telapak tangan karena sebagai Nelayan satu-satunya profesi ditekuni selama ini. Belum lagi ketersedian lapangan kerja yang terbatas dengan keahlian khusus dan keutamaan usia produktif. Melengkapi penderitaan yang selama ini telah menjadi persoalan dilematis antara "Hidup dan Mati".

Pembibitan Manggrove oleh kelompok Mastali Madu.
Tentu dibutuhkan semuah rumusan dan formulasi jitu dalam mengatasi semua itu. Masyarakat dan Pemerintah tidak kuasa menolakp embangunan berbasis industri. Karena ada dampak positif yang akan mengiringi namun jangan abaikan segi negatifnya juga.

Bibit-bibit Manggrove.
Jangan masyarakat sekitar terutama Nelayan paling terdampak dan menerima kerugian. Karena mereka juga bagian masyarakat Kota Dumai dan semestinya perhatian juga diberikan, menjadi tanggungjawab bersama memberi solusi terbaik.
Banyak hal mendorong terciptanya kerusakan Habitat akibat tercemarnya kawasan pantai serta keberadaan manggrove yang semakin terancam. Apakah akibat ulah oknum tidak bertanggungjawab atau korporasi berbekal perizinan demi pembangunan kawasan-kawasan industri yang terus saja berlanjut. Tanpa memperhitungkan dampak negatif dikemudian hari menimpa masyarakat serta lingkungan.

Bibit Manggrove.
Padahal keberadaan manggrove atau istilah lokalnya pokok bakau sebagai benteng terakhir pencegah abrasi. Belum lagi fungsinya sebagai penyeimbang ekosistem terhadap keberlangsungan kehidupan biodata laut di pesisir pantai.
Penulis tidak akan mengurai panjang lebar dampak industrialisasi di Kota Dumai. Namun menyarankan agar pembaca mencari literasi di berbagai platform social media terkait lingkungan di pesisir pantai Kota Dumai.
Setelah itu dikembalikan kepada pembaca untuk menginterpretasikan sesuai jalan pikiran masing-masing. Sehingga tidak timbul kesan ada pengiringan opini bahwa kerusakan lingkungan pesisir pantai akibat keberadaan kawasan-kawasan industri.
Kembali kepada kelompok Mastali Madu, awalnya didasari pada rasa keprihatinan terhadap situasi yang ada sekarang. Sehingga berupaya bagaimana meminimalisir agar dampak negatif tidak begitu cepat menjalar. Salah satunya melakukan peremajaan atau penanaman pohon-pohon manggrove sekitar kawasan pantai Purnama.
Ribuan bibit manggrove ditanam kembali termasuk bibit bskau langka jenis Belukap. Awalnya kegiatan tersebut di lakukan secara gotong-royong oleh semua pihak yang tergabung dalam komunitas. Sumbangsih tenaga dan juga biaya dilakukan secara swadaya tanpa ada bantuan pihak lain.
Tidak secuil pun unsur komersialisasi dilakukan untuk menopang kegiatan atau mengekploitasi keadaan serta situasi demi menarik simpati. Semua dilakukan dengan keikhlasan bermuara dari kepedulian dan rasa keprihatian dengan kondisi yang ada.
Seiring berjalan waktu aksi kelompok Mastali Madu meski tanpa promosi dan komersialisasi tetapi menarik beberapa pihak untuk berkolaborasi. Sebuah prestasi pantasnya diapresiasi dan berharap semakin banyak pihak berkontribusi.
Panjang lebar diurai perihal Mastali Madu agar semakin banyak yang tahu namun belum lengkap jika kita tidak bertanya kepada pihak Mastali Madu. Untuk itu awak media menghubungi salah satu pilar penting terbentuknya Mastali Madu.
Kepada penulis, Mansur sosok dimaksud melalui pesan WhatsAap Minggu, (22/09/2024) menjelaskan beberapa hal penting. Jika diawal telah dijelaskan historis berdirinya Mastali Madu maka pada kesempatan ini menerangkan perkembangan perjalannya.
Awal pendirian Mastali Madu sebenarnya fokus pada lingkungan kawasan pantai sekitaran kawasan Purnama. Nota bene dimana kawasan berdekatan dengan pemukiman mereka. Semula bersifat swadaya dan sebatas internal masyarakat sekitar memiliki visi dan misi yang sama.
Seiring waktu berjalan merambah kepada peluang ekonomi berdampak pada peningkatan kesejahteraan penggiat lingkungan yang bernaung di Mastali Madu. Dengan memanfaatkan bahan baku (Manggrove) yang ada di kawasan pesisir pantai diolah menjadi produk makanan dan minuman bernilai ekonomis.
Mansur menjelaskan bahwa baru-baru ini kelompoknya (Mastali Madu) kedatangan Tim Pengabdian Dosen Universitas Riau (UNRI). Kedatangan Tim itu dalam rangka mengelar Pelatihan Diversifikasi Produk Perikanan.
"Merupakan kegiatan hibah dari Direktur Riset, Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan–Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) 2024 dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNRI". ungkap Mansur.
"Tim UNRI terdiri dari Santhy W Sidauruk S.Pi., M.Si sebagai Ketua, Prof. Dr. Ir. Dewita M.Si dan Chicka Willy Yanti SP., MP sebagai anggota, dan berkolaborasi dengan Dosen Politeknik Kelautan dan Perikanan (KKP) Dumai M. Nur Arkham S.Pi., M.Si". jelasnya sosok yang dikenal peduli akan lingkungan.
"Selain itu mengikutkan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan UNRI, Ketua Tim Santhy melakukan Pelatihan Diversifikasi Produk Perikanan melalui Pengolahan Daun Mangrove Menjadi Teh Herbal, Diversifikasi Produk Perikanan Berupa Pembuatan Snack Makaroni Ikan oleh Prof. Dr. Ir. Dewita M.,Si dan Teknik Pemasaran Melalui Pemanfaatan Sosial Media serta Pelatihan Manajemen Keuangan Keluarga oleh Chicka Willy Yanti SP., MP". urai Mansur menambahkan.
Harapan Mansur "Dengan Pelatihan oleh Tim UNRI dan KKP kelompoknya dapat lebih efektif mengelola keuangan, membuat anggaran terencana, serta memaksimalkan keuntungan. Serta memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi dan pemasaran membuka peluang lebih besar untuk memperluas jangkauan pasar, platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok memungkinkan kelompok usaha Mastali Madu mempromosikan produk atau jasa secara efektif, dengan biaya relatif rendah, namun berdampak luas". sampai Mansur.
Dengan pelatihan berharap kelompok Mastali Madu dapat menghasilkan produk-produk unggulan lokal melalui Diversifikasi Produk Perikanan terutama mangrove sebagai upaya ekonomi kreatif untuk meningkatkan perekonomian kelompok masyarakat.
Untuk saat ini Mastali Madu telah membuat sebuah pondok diatas permukaan air atau istilahnya Saung. Di Saung itulah segala ide-ide dan gagasan serta program-program kerja dicetus.
Ada satu harapan masih "Mengawang" bahwasannya kelompok Mastali Madu mendambakan kawasan tersebut menjelma menjadi Pusat Studi Kelautan Manggrove dan sebagai destinasi kunjungan Wisata Kemaritiman.
Sebuah harapan seyogyanya bukan mustahil diraih dan tidak gampang terealisasi. Namun jika hanya bertumpu kepada kelompok masyarakat Mastali Madu tentu melalui proses panjang nan berliku. Karenanya dibutuhkan dukungan dan kolaborasi semua pihak berkompeten agar apa yang di dambakan terwujud.
Akhir pesannya Mansur berharap kelompoknya Mastali Madu mendapat support dan dukungan segenap pihak. Sehingga apa yang menjadi tujuan dasar dari Mastali Madu dapat terealisasi sesuai rencana.
"Dukungan seluruh komponen yang ada di Dumai kepada kelompok Mastali Madu sangatlah diharapkan, agar upaya pelestarian lingkungan khususnya kawasan pesisir dengan Habitat manggrove tetap terjaga. Kelestarian lingkungannya harus dipelihara agar keberlangsungan biodata laut tetap lestari sebagai warisan kepada anak cucu kita". pungkas Mansur.***(RPC)
