Kota Pekanbaru, (Riau) RPC
Ahad, 24 November 2024 berkumpul puluhan Tokoh Muslimah Riau di Pekanbaru, Riau dalam agenda Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Terbatas dengan tema “Hutanku ‘dimakan’ Sawit”, digelar di Ruangan Sakura Fave Hotel pada Pukul 08.00 WIB hingga 12.00 WIB.
Hadir dalam acara tersebut tokoh Muslimah dari berbagai kalangan, intelektual, muballighah, ormas bahkan ASN. Tidak hanya dari Pekanbaru, hadir juga dari Dumai dan Inderagiri Hulu. Acara yang digelar secara hybrid ini menghadirkan narasumber ustadzah Noveri Yanti, S Hut.
Acara dipandu oleh Ibu Kurnia Budiyanti, M.Pd, dosen disalah satu universitas negeri di Riau, diawali dengan mengutip Kembali al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 yang telah dibacakan oleh qari’ah, telah tampak kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia.
Sebelum pembahasan oleh narasumber, ditayangkan melalui video singkat fakta kerusakan lahan dan hutan di Riau dan beberapa testimoni tokoh tentang dampak kerusakan lingkungan yang terjadi di Dumai dan Inderagiri Hulu. Di Dumai misalnya hilangnya hutan mangrove akibat dijadikan kawasan industri sepanjang pesisir pantai, telah menyebabkan hilangnya kemampuan menahan air ketika pasang.
Selanjutnya ustadzah Noveri Yanti memaparkan fakta deforestasi yang terjadi di Riau dan Indonesia. Riau pada tahun 1982 memiliki hutan alam seluas 6.727.546 Ha, di tahun 2023, menurut Walhi hanya menyisakan 1.377.884 Ha. Pembukaan lahan dan hutan yang masif ini tak dipungkiri telah menyebabkan bencana ekologis yang parah di Riau. Banjir, karhutla, bahkan cuaca ekstrem silih berganti terjadi.
Dan Riau, lanjut Noveri Yanti adalah provinsi dengan lahan sawit terluas di Indonesia. Mengutip mediacenter.riau.go.id, Gubernur Riau Edy Natar Nasution menyebutkan luas sawit di Riau mencapai 3,3 juta Ha. Mengapa Riau dan Indonesia secara umum massif menjadikan lahan dan hutan mereka menjadi perkebunan sawit? Bahkan Indonesia menjadi negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia.
Dunia saat ini ada dalam kampanye global, bahwa pemakaian bahan bakar fosil telah menyebabkan pemanasan global. Karena itu ada upaya untuk mengganti bahan bakar fosil ini menjadi biofuel dari minyak sawit. Padahal menurut data, emisi karbon yang dihasilkan dari pembukaan lahan dan hutan lebih besar (41 miliar ton) dibandingkan emisi karbon yang disebabkan pembakaran bahan bakar fosil (37 miiar ton) (tirto.id).
Dan menurut sumber Met Office, peningkatan suhu global sudah dimulai sejak tahun 1850-1900, era dimulainya industrialisasi. Artinya penyebab pemanasan global adalah pemakaian bahan bakar jor-joran akibat industrialisasi, tidak semata-mata karena bahan bakar fosil saja. Apalagi pembukaan hutan justru berujung pada semakin parahnya dampak pemanasan global, terang Noveri Yanti.
Industrialisasi adalah inti dari kapitalisme. Kapitalismelah yang telah merusak keseimbangan alam ini dan biang masalah perubahan iklim (climate change). Sistem ini pula yang telah melahirkan korporat atau oligarki rakus yang kongkalikong dengan penguasa dalam bentuk regulasi dan hak konsesi.
Maka, menurut Noveri Yanti kekuatan global Kapitalisme hanya bisa dilawan dengan kekuatan global pula, yaitu sistem politik Islam, khilafah Islamiyyah. Bumi yang Allah ciptakan bagi kehidupan manusia, sesungguhnya adalah tempat kehidupan yang penuh kebaikan, asalkan berjalan sesuai kadar penciptaannya. Hanya syari’at Islam yang mampu mengatur kehidupan di bumi ini hingga memberikan kemaslahatan.
Salah satu syariat Islam yang dipaparkan adalah hutan termasuk kepemilikan umum, yaitu milik rakyat. Negara wajib mengelolanya untuk kemaslahatan rakyat. Negara tidak boleh memberikan hak konsesi kepada siapapun. Hanya dengan penerapan syariat Islam, bumi ini dapat diselamatkan, pungkasnya.
Selesai pemaparan materi, dilanjutkan dengan diskusi hangat dari para tokoh yang antusias memberikan tanggapan dan pertanyaan. Kemudian acara diakhiri dengan doa dan makan siang bersama.***(RPC)