Tiga Korporasi Di Kawasan Lubuk Gaung Diduga Tampung Tanah Timbun Illegal

Tiga Korporasi Di Kawasan Lubuk Gaung Diduga Tampung Tanah Timbun Illegal
Truck Tronton pengangkut tanah timbun menuju kawasan Lubuk Gaung, Kec. Sungai Sembilan

Kota Dumai, (Riau) RPC.

Masifnya pembangunan di Kota Dumai khususnya pada sektor industri untuk pembangunan infrastruktur menjadikan kebutuhan terhadap tanah timbun atau sekarang lebih dikenal sebagai tanah urug menjadi sangat tinggi. Tingginya kebutuhan terhadap tanah timbun/urug oleh beberapa perusahaan menyebabkan banyak pihak menjadi penyedia/pemasok.

Menjadi perhatian adalah praktik yang terjadi di lapangan saat ini, para penyedia/pemasok tanah urug rata-rata tidaklah memiliki izin dan legalitas dalam aktivitas sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang.

Awak media saat ini memantau dan melihat banyaknya aktivitas keluar masuk mobil yang mengangkut tanah urug di wilayah kecamatan Sungai Sembilan. Mendapati informasi bahwa diduga tanah urug tersebut di pasok ke perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah industri kecamatan Sungai Sembilan antaranya PT. SDO, PT. AM dan PT. STA sebagaiman dikatakan sumber layak dipercaya.

"Aktivitas tanah urug ke beberapa perusahaan di kawasan Sungai Sembilan lancar meski diketahui perusahaan penyedia tidak memiliki izin beroperasi, aneh rasanya kegiatan yang jelas-jelas illegal tidak tersentuh oleh penegak hukum". ungkap salah satu warga Lubuk Gaung saat awak media temui, Kamis sore, (22/02/2024).

"Aktivitas yang nyata-nyata melanggar hukum dan terdedah secara kasat mata namun bebas beroperasi tanpa adanya tindakan aparat hukum, lagian dengan aktivitas lalu lalang kendaraan pembawa tanah urug terkadang menjadi penyebab kemacetan, belum lagi timbulnya debu, kita berharap ada tindakan nyata dari aparat hukum". lanjut warga yang enggan namanya disebut, seraya mengirim beberapa gambar mobil pengangkut tanah urug.

Perusahaan penyedia/pemasok tanah urug semestinya dalam melakukan aktivitasnya sebagai penyedia/pemasok harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penambangan Mineral dan Batu Bara.

Berdasarkan ketentuan pasal 158 pada UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

Pasal 161 menyebutkan, Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.00,00 (seratus miliar rupiah).

Sehingga berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangan yang disebutkan diatas, maka perusahaan penyedia/pemasok tanah urug ke beberapa perusahaan sebagaimana disebut diatas dapat dikenakan sanksi pidana. Begitupula untuk perusahaan penampung tanah timbun/urug sama seperti halnya penyedia/pemasok dapat dikenai pidana yang sama.

Berdasarkan informasi dirangkum dari beberapa sumber lancarnya aktivitas tanah timbun/urug meski disinyalir tidak mengantongi izin resmi karena ada oknum aparat yang membeking. Sehingga jika ada pihak-pihak menyoroti terutama awak media sosok oknum tersebut akan tampil ke depan untuk menyelesaikan.

Awak media sedang mengindentifikasi siapa sosok oknum aparat tersebut dan jika diperoleh informasi akurat akan meminta klarifikasi kepada atasannya langsung. Mirisnya info terbaru bahwa kegiatan illegal tersebut minim terekspos karena ada awak media disebut-sebut ikut "membungkam" sesama kolega agar tidak memberitakan.

Oknum tersebut mengkondisikan dua atau tiga lembaran rupiah nominal ratusan perbulan kepada beberapa awak media. Tentunya tindak-tanduk oknum media yang disebut-sebut itu sangat disayangkan karena tidak sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Bukannya ikut memberitakan dan menyampaikan informasi benar kepada masyarakat tetapi malahan ikut bersubahat.***(Tim)